Rabu, 01 April 2015

Peran Orangtua dalam Mencegah dan Memerangi Bahaya Narkoba

Penulis : Ani Berta

“Ibu-ibu, Bapak-bapak dan hadirin sekalian, apakah ingin bersimpati ikut merasakan bagaimana sakitnya saya ketika putus zat (sakaw) dan menjalani proses rehabilitasi panjang dimasa lalu?” Tanya Julie Aliska, seorang mantan pecandu narkoba yang telah dinyatakan bersih karena telah melalui rangkaian rehabilitasi.
Semua hadirin mengangguk dan balik bertanya “Iya, kami ingin tahu apa yang kamu rasakan, memang gimana rasanya itu?” Celetuk salah seorang ibu yang duduk dipaling depan.
“Ibu tinggal lepas saja kuku jari kaki ibu dengan mencongkelnya pakai tang, nah seperti itulah sakitnya seluruh badan saya ketika sakaw dan ketika menjalani proses rehabilitasi.” Ujar Julie Aliska yang akrab dipanggil Icha ini. Kontan semua yang hadir begidik.
Tahun lalu, ketika saya menemani Wanda Hamidah untuk melakukan penyuluhan anti narkoba di Gang Bakti IV RT 10/05 Manggarai Jakarta Selatan, saya mendengar pengalaman Icha, mantan pecandu narkoba yang telah pulih total, ditambah asupan wawasan dari narasumber Baby Jim Aditya, seorang aktivis anti narkoba yang lebih banyak memberikan penyuluhan tentang bahaya narkoba di penjara-penjara.
Icha bercerita bahwa ia terjerumus menjadi pecandu narkoba karena berawal dari ikut-ikutan teman, dirinya perlu pengakuan dari teman-temannya yang pemakai. Jadi tidak merasa keren kalau belum memakai narkoba. Dari awal coba-coba itu, Icha menjadi keterusan dan ketagihan. Segala cara dilakukan untuk mendapatkan barang haram tersebut. Apalagi sampai merepotkan orangtuanya. Dari Tahun 1998 Icha menggunakan narkoba jenis putau, sampai ia merasa capek karena dari tahun ke tahun, sejak kecanduan, hidupnya hanya diperbudak oleh narkoba, kerjanya hanya tidur, pakai narkoba lalu tidur lagi dan tidak jelas mau jadi apa.
Icha punya tekad untuk sembuh total, ia bersyukur masih diberikan kesadaran untuk terlepas dari jerat narkoba. Melalui rangkaian rehabilitasi dengan disiplin. Didukung penuh oleh keluarganya. “Saya merasa dikasih mukjizat oleh Yang Maha Kuasa, karena saya sendiri dapat kembali hidup normal dan terlepas dari jeratan narkoba, bahkan teman-teman seangkatan saya yang sama-sama direhabilitasi bersama saya mereka semua sudah meninggal.” Kata Icha. Sekaraang Icha sudah bersuami dan hidup bahagia serta bekerja di Rumah Sakit Bhayangkara Selapa Lemdikat POLRI pada Unit Narkoba. Icha ingin mengabdi pada bangsa dengan menjadi aktivis anti narkoba. Icha kerap berbagi pengalaman agar generasi muda tak seperti dirinya di masa lalu.
Setelah Icha berbagi pengalaman, Wanda Hamidah pun memberikan sambutan, bahwa program penyuluhan anti narkoba ini disampaikan bagi para orangtua dan remaja agar semua pihak dapat memahami tanda dari penggunaan narkoba oleh anak-anaknya atau keluarganya. Makanya Wanda menggandeng Icha dan Baby Jim Aditya, agar wawasan yang dibagi dapat dipahami.
Baby Jim Aditya memberikan penjelasan bahwa kasus Icha adalah satu dari banyak kasus anak muda yang lepas kontrol dari keluarganya. Peran orangtua dalam hal Mencegah dan menyelamatkan pengguna narkoba sangat perlu, agar anak punya batasan dan kendali. Komunikasi di rumah harus sesering mungkin dilakukan.
“Orangtua harus menyempatkan diri menanyakan kegiatan-kegiatann yang diikutinya, mengetahui siapa saja teman-temannya dan sesekali mengontrol kamar anak. Karena siapa tahu jika ada barang aneh atau asing, bisa secepat mungkin dideteksi.” Kata Baby dalam presentasinya.
“Misalnya, ketika anak membawa bong (sejenis alat penghisap sebagian jenis narkoba) ke rumahnya, kadang orangtua tidak tahu apa alat tersebut, pasti menyangkanya itu adalah peralatan laboratorium untuk pelajaran Biologi.” Ujar Baby.
Jadi menurut Baby, orangtua sangat perlu berperan aktif menambah wawasan tentang segala hal, termasuk yang ada hubungannya dengan pergaulan remaja masa kini. Orangtua bisa belajar dari berbagai sumber, bisa dari seminar, ngobrol bersama para pakar atau orang berpengalaman, membaca dan browsing di internet. Agar orangtua dapat mengetahui jika ada keganjilan dalam pergaulan anaknya. Jika banyak temannya datang ke rumah dan berkumpul di kamar tertutup,sesekali tengok, bukan dengan mengawasi seperti satpam, tetapi lebih ke arah pendekatan yang membuat anak nyaman. Jadi, jangan perlihatkan bahwa kita sedang menyelidikinya. Orangtua harus bisa menjadi sahabat terbaik anak-anaknya.
Baby juga menyatakan bahwa lingkungan sangat berpengaruh kuat terhadap perilaku anak yang suka ikut-ikutan ingin memakai narkoba ini. “Sebisa mungkin, jika kondisi lingkungan sudah sangat parah, jika mampu mendingan hijrah ke tempat yang tak berisiko terhadap pergaulan anak, jika tak mampu untuk pindah rumah, orangtua harus dapat menjadi pengendali.” Kata Baby.
Langkah Icha dengan dukungan keluarganya sangat tepat. Dengan kesadaran sendiri untuk melakukan rehabilitasi, walau seluruh tenaga Icha dan keluarga tercurah dengan berbagai kelelahan, hasilnya sangat membahagiakan mereka. Icha pulih dan tak kehilangan masa depannya, malah bisa berkarya dengan mengabdi di Rumah Sakit Bhayangkara Selapa Polri Unit Narkoba.
Pecandu narkoba bukanlah kriminal, maka pengguna narkoba lebih baik di rehabilitasi daripada di penjara agar dapat pemulihan dan tidak mati sia-sia. Contoh nyata yang terjadi pada Icha, dengan demikian lost generation dari akkibat narkoba dapat ditekan.
Tahun 2014 sebagai Tahun Penyelamatan Pengguna Narkoba, segala upaya dalam upaya melakukan misi ini, harus benar-benar digalakkan. Seperti penyuluhan-penyuluhan yang berkesinambungan kepada seluruh lapisan masyakarat yang melibatkan orangtua dan anak, serta edukasi yang memberikan wawasan luas tentang bahaya narkoba. Mulai dari cara pencegahannya, memeranginya dan lain sebagainya. Upaya mencegah dan menyelamatkan pengguna narkoba adalah tanggung jawab semua pihak.

Sumber :
http://indonesiabergegas.bnn.go.id/index.php/en/component/k2/item/318-peran-orangtua-dalam-mencegah-dan-memerangi-bahaya-narkoba

Tidak ada komentar:

Posting Komentar